Analogi Sederhana PBV DER ROE & Dividen
PBV – Price to Book Value (Nilai Buku)
Tahun lalu saya membeli sebidang tanah seharga 500.000.000 (Lima Ratus Juta) yang kemudian tanah tersebut saya bangun sebuah bangunan untuk dijadikan coworking space
. Biaya yang diperlukan untuk membangun bangunan tersebut adalah sebesar 1.000.000.000 (Satu Milliar).
Sehingga TOTAL dana yang saya perlukan untuk memiliki coworking space
tersebut adalah sebesar 1.500.000.000 (Satu Setengah Miliar).
Nah, 1.500.000.000 inilah yang disebut Nilai Buku, bahasa kerennya adalah PBV — Price to Book Value sama dengan satu
.
PBV = 1 (baca juga 1 adalah sebagai 100%), kemudian atas dasar pertimbangan komersil
, saya memutuskan untuk mengubah Satuan Nilai Buku tersebut menjadi Satuan Lembar Saham.
Nominal 1.500.000.000 (Satu Miliar Setengah) saya ubah menjadi 1.000.000 (Satu Juta) lembar saham dengan nilai per saham adalah sebesar 1.500 (Seribu Lima Ratus).
Jika kemudian harga selembar tersebut berani di beli pasar seharga 3.000 (Tiga Ribu) selembar, MAKA itu artinya pasar berani membeli sebagian kepemilikan atas coworking space
tersebut senilai 2X Nilai Buku (PBV = 2X).
Mengapa? Mungkin saja pasar memberikan nilai lebih atas potensi keuntungan yang dapat terjadi dikemudian hari. Pasar menilai coworking space
saya tersebut memiliki kemungkinan besar menghasilkan keuntungan yang baik dimasa yang akan datang dengan berbagai alasan.
Tapi jika Kemudian harga selembar tersebut Hanya berani di beli pasar seharga 750 (Tujuh Ratus Lima Puluh) selembar, MAKA itu artinya pasar hanya berani membeli sebagian kepemilikan atas coworking space
tersebut senilai 0.5X nilai buku (PBV = 0.5X).
Mengapa? Mungkin saja pasar memberikan nilai kurang atas potensi keuntungan yang baik dikemudian hari. Pasar menilai coworking space
saya tersebut memiliki kemungkinan kecil untuk bisa menghasilkan keuntungan atau bahkan malah bisa merugi di kedepannya dengan berbagai alasan.
Harap diingat bahwa diharga 3.000 (PBV 2X) ataupun 750 (PBV 0.5X) itu hanyalah PROYEKSI kejadian yang akan terjadi di masa mendatang berdasarkan berbagai analisis.
Namanya juga PROYEKSI, bisa saja
benar
tapi bisa jugasalah
(esok itu misteri)
.
Yang jelas, diharga berapapun pasar berani membayar selembar saham tersebut, nilai buku sebenarnya atas coworking space
tersebut tetaplah SATU (1.500.000.000).
DER – Debt to Equity Ratio (Hutang dibandingkan Modal)
Dari nilai buku 1.500.000.000 (PBV 1X) kemudian diketahui bahwa untuk sampai memiliki coworking space
tersebut saya menggunakan modal sendiri sebesar 1.000.000.000 (Satu Milliar) dan Hutang sebesar 500.000.000 (Lima Ratus Juta).
Diketahui:
Modal sendiri 1.000.000.000
Hutang 500.000.000
Ratio hutang dibandingkan modal sendiri : 50% (dibaca sebagai 0.5)
Rumus: 500.000.000 (hutang)
DIBAGI
1.000.000.000 (modal sendiri)DIKALI
100%
Nah, 50% atau dibaca 0.5 inilah yang dimaksud dengan DER.
Debt to Equity Ratio — HUTANG dibandingkan dengan MODAL.
Artinya coworking space
yang saya miliki itu 1.000.000.000 (Satu Miliar) adalah modal saya sendiri dan 500.000.000 (Lima Ratus Juta) adalah hutang.
Artinya jika saya jual itu coworking space
senilai 1X nilai buku (1.500.000.000) maka saya (dan para pemegang saham lainnya) akan mendapatkan pembagian dari sisa bersih hasil penjualan sebesar 1.000 (Seribu) per lembar.
Rumus : 1.500.000.000 (angka penjualan)
DIKURANG
500.000.000 (hutang) kemudianDIBAGI
1.000.000 (Satu Juta) lembar.
Artinya jika saya jual itu coworking space
senilai 2X nilai buku (3.000.000.000) maka saya (dan para pemegang saham lainnya) akan mendapatkan pembagian dari sisa bersih hasil penjualan sebesar 2.500 (Seribu) per lembar
Rumus : 3.000.000.000 (angka penjualan)
DIKURANG
500.000.000 (hutang) kemudianDIBAGI
1.000.000 (Satu Juta) lembar.
Inilah mengapa sangat mementingkan DER dibawah 1 (lebih kecil lebih baik), agar jika emiten
yang kita beli mendadak pailit atau go private masih tersisa uang yang akan dikembalikan kepada pemegang sahamnya setelah dipotong hutang.
ROE – Return of Equity (Keuntungan dibandingkan Modal)
Bermodalkan sebuah coworking space
akhirnya saya setiap bulan bisa mendapatkan penghasilan.
Sebagian besar dari ruangan selalu penuh, setiap bulannya saya bisa mendapatkan 25.000.000 (Dua Puluh Lima Juta) dari biaya sewa yang dibayarkan oleh penyewa.
Setelah dipotong biaya listrik, biaya air, biaya keamanan, pajak penghasilan, bunga pinjaman (DER) dan seluruh biaya lainnya, setiap bulannya ada sisa keuntungan sebesar 5.000.000 (Lima Juta).
Dalam 1 tahun total akumulasi keuntungan yang saya dapatkan mencapai 60.000.000 (Enam Puluh Juta).
Dipotong biaya tidak terduga lainnya dalam 1 tahun sebesar 10.000.000 (Sepuluh Juta) AKHIRNYA didapatlah KEUNTUNGAN BERSIH sebesar 50.000.000 (Lima Puluh Juta).
Nah, nilai keuntungan bersih dibandingkan dengan modal sendiri inilah yang disebut dengan ROE.
Return of Equity — KEUNTUNGAN dibandingkan dengan MODAL.
Sekarang diketahui Modal coworking space
saya adalah sebesar 1.000.000.000 (Satu Miliar).
Diketahui juga bahwa keuntungan bersih per tahun adalah sebesar 50.000.000 (Lima Puluh Juta).
Sehingga ROE nya adalah sebesar 5%.
Rumus : 50.000.000
DIBAGI
1.000.000.000DIKALI
100%.
Kita TIDAK harus mengutamakan ROE harus tumbuh sekian persen setiap tahunnya, karena dalam menjalankan sebuah perusahaan mencari keuntungan besar tidak semudah hayalan kita, dibutuhkan proses panjang, kerja keras dan kerja sama dari seluruh pihak yang bersangkutan.
Dalam menjalankan usaha, untung rugi
itu biasa, ramai sepi
itu juga biasa. kadang cerah
kadang hujan
, oleh karena itu yang penting adalah masih bisa untung walaupun kecil
, yang penting itu adalah TIDAK SAMPAI RUGI dulu, karena dengan tidak rugi itu artinya kita sudah untung.
Dividen (Pembagian sebagian dari Keuntungan kepada Pemegang Saham)
Saya tidak pernah menganggap dengan membeli sejumlah saham
itu berarti saya menjadi bagian dari pemilik
sebuah perusahaan.
Mengapa? Karena secara logika, jika kita memang merupakan bagian
dari sebuah perusahaan, sedikit atau banyak kita harus punya suara untuk minimal ikut menentukan arah perusahaan kedepannya.
Minimal bisa makan siang bareng Direktur atau CEO deh, nyatanya tidak bisa.
Oleh karena itu, saya selalu menganggap saya cuma meminjamkan
uang saya kepada perusahaan tersebut dengan menukarkan
uang saya menjadi beberapa lembar saham
nya di bursa.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kalau uang yang saya pinjamkan
kepada perusahaan tersebut setiap tahunnya memberikan imbalan
seperti kalau saya mendepositokan
uang saya di Bank
yang setiap bulannya akan mendapatkan bunga.
Capital Gain (Kenaikan Harga)?
Keuntungan yang didapat dari Capital Gain bukan didapatkan dari emiten
. tapi adalah dari mekanisme pasar modal berdasarkan Hukum Dasar Ekonomi
:
Jika
Demand
>Supply
MAKA harga naik.
Sama seperti cerita di Poin PBV diatas. Harga 3.000 (PBV 2X) atau Harga 500 (PBV 0.5X) itu adalah atas kehendak optimisme
atau pesimisme
pasar atas proyeksi
kedepannya, bukan nilai buku perusahaan yang naik atau turun.
Nah, sebagian atau keseluruhan keuntungan yang dibagikan kepada para pemegang saham
inilah yang disebut DIVIDEN.
Sedangkan besaran Dividen yang dibagikan sebagian ataupun keseluruhan ini disebut DPR – Dividen Payment Ratio.
Jika kemudian saya memutuskan untuk membagikan separuh (DPR = 50%) dari keuntungan coworking space
saya yang 50.000.000 (Lima Puluh Juta) diatas kepada pemegang saham
, maka 50% dari 50.000.000 (Lima Puluh Juta) keuntungan bersih adalah 25.000.000 (Dua Puluh Lima Juta) dan itu akan dibagikan kepada seluruh pemegang saham
total 1.000.000 (satu juta) Lembar sehingga setiap lembarnya akan memperoleh sebesar 25 (Dua Puluh Lima) rupiah.
Nah, dari angka 25 (Dua Puluh Lima) inilah setiap lembar saham
yang kita beli di harga 1.000 (PBV = 1) misalnya, akan diperoleh Dividen Yield sebesar 2.5% atau 2.25% (ibarat bunga deposito) setelah dipotong pajak Dividen.
Kita dapat melihat besaran Dividen Yield dari 2 sudut:
- Bisa dilihat dari sudut modal beli kita, artinya kita membandingkan Dividen yang kita peroleh dengan harga perolehan
(Modal Beli)
.
Sifat dari modal beli itu adalah REAL
- Bisa dilihat dari sudut Last Price, artinya kita membandingkan Dividen yang kita peroleh dengan harga terakhir.
Sifat dari harga terakhir itu adalah FLOAT atau ILUSI, artinya dia akan terus bergerak naik atau turun setiap saat sesuai dengan mekanisme jual beli di pasar modal.
Jika harga naik maka yield akan mengecil.
Jika harga turun maka yield akan membesar.